Kopi Pahit Untuk Senja Yang Manis

Waktu sudah menunjukan pukul 17.05 WIB, dan kopi sudah habis satu gelas dimeja sha yang berantakan belembar kertas-kertas. Beberapa meter dari rumah suara riang sorak sorai orang-orang mengelu elukan perihal kemenangan calon gubernur baru jakarta, namun disini suara musik ave maria masih menemani ruang kamar sha yang sengaja gelap, merenungi atas kekecewaan.

Ya kekecewaan karena harus menelan pahitnya kopi beserta kabar tak mengenakan calon gubernur yang kami pilih tidak menang. Perlahan mama masuk mengetuk dan mengusap rambutku yang panjang terurai dengan berbisik perlahan "Sha masih sedih, kenapa? karena kekalahan calon gubernur pilihan kita?"

Sha hanya bisa mengangguk lemas, namun tangan mama mulai merangkul pundak, menarik dan merebahkan aku didekat tubuhnya yang kecil. "Berbahagialah karena Ia kalah, dan sepertinya memang harus seperti itu"


Sha terdiam, sengaja tak menghiraukan apa yang mama coba bilang berikutnya.

"Sha coba bayangkan, saat sedang masa kampanye, ratusan orang bahkan ribuan orang terpecah belah, saling menuding, menghasut, melemparkan kabar burung yang belum tentu benar adanya. Setelah ini usai, setidaknya kita tidak akan mendengar atau melihat hal tersebut sementara waktu ini, dan berharap untuk seterusnya."

"Indonesia ini indah akan keragaman, namun rentan perpecahan akibat campur tangan orang-orang yang hanya mementingkan satu golongan atau setidaknya kepentingan pribadi. Ingat apa yang almarhum ayah katakan sama sha waktu ulang tahun?"

Sha mencoba mengingat kembali apa yang ayah pernah katakan saat ulang tahun kala itu

Jadilah anak yang berguna bagi nusa dan bangsa, Kita hidup dan menghidupi bukan mati mematikan. Jadilah orang yang adil dan jangan pernah mengabaikan hati nurani dan logika dalam mengambil keputusan di masa depan.

"Beruntunglah bapak ahok kalah, karena ia tidak mengedepankan Pribadi atau golongan pendukung yang menghendaki Ia menang, Ia menghendaki Indonesia tetap damai hingga suatu hari nanti, rakyat indonesia bisa belajar, bagaimana menjaga persatuan dalam keragaman"


Mama lanjut mengecup ubun-ubunku, namun aku terlanjur menitihkan air mata, memikirkan dalam-dalam apa yang mama katakan, bersamaan dengan Senja yang menggulung perlahan berwana kuning keemasan, Kami tidak kalah, kami menang...dan kemenangan ini semoga diresapi dalam secangkir kopi yang memang seharusnya pahit bukan?

Posting Komentar

4 Komentar

  1. orang baik selalu dapat yang tidak enak.mudah2an beliau nanti jadi presiden.

    BalasHapus
  2. Setidaknya dari beliau kita semua akan belajar bahwa menjadi satu orang benar akan selalu banyak mendapat masalah dari ratusan orang yang tidak benar kak 🙁🙁

    BalasHapus
  3. Kekalahan memang menyesakkan, tetapi ketika kita bangun dari rasa sakitnya, kita akan menjadi semakin kuat.

    Kekalahan juga mengingatkan bahwa perjalanan bangsa ini menjadi bangsa yg menghargai keberagaman masih sangat panjang.

    Keep your chin up.. berbanggalah bahwa kita sudah berusaha menjadi bagian dari mrk yg menghargai keberagaman.

    :-)

    BalasHapus