Dari tempat ku duduk, aku mendengar sebuah dialog yang lirih
"Anin kurang pintar ya bu?" Ia terisak
"Tidak, kenapa bilang begitu?" Ibu membelai kepala anin lembut
"Karena anin tidak bisa masuk sekolah favorit itu. Anin mengecewakan Ibu dan Ayah" Ia tertunduk murung. "Test masuknya sangat sulit" Ibu nya merapihkan rambut Anin yang berantakan diantara jilbab dan keningnya.
Sha kembali teringat tentang proses seleksi masuk perguruan tinggi yang pernah sha lakukan empat tahun silam. Tentang bagaimana sha harus mengantri pagi, memastikan semua perlengkapan tidak ada yang tertinggal, pulpen dalam keadaan bisa dipakai menulis, pinsil dan rautan yang saling berdekatan dan benda-benda lainnya.
Pendidikan di Indonesia
Indonesia memang sedang berbenah, baik dari segi mutu kualitas pendidikan itu sendiri dan generasi bangsanya melalui berbagai macam pengembangan SDM. Tak aneh bila sebuah lembaga pendidikan dituntut untuk memenuhi standar kompetensi yang ditentukan oleh Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan, bahkan beberapa justru menentukan standar tersendiri yang jauh lebih maju dari yang di tetapkan.Sebagai sebuah domino yang berjatuhan satu-satu, imbas dari hal ini menjurus pada biaya yang semakin mahal. Ada biaya untuk ujian masuk sekolah favorit, biaya membeli buku pelajaran, biaya ini biaya itu yang kadang sha pusing geleng-geleng dibuatnya. Pertanyaan sebenarnya adalah apa tujuan seseorang belajar?
Sha pernah bertemu seorang praktisi pendidikan, ia mendedikasikan waktunya untuk mengajar anak-anak di kolong fly over Slipi, anak-anak disana memanggilnya Mami. Ia menjelaskan bahwa anak-anak disini (sekolah jalanan.red) di ajarkan untuk paham, sementara di sekolah lain diajarkan untuk naik kelas. Berarti ada dua visi dan misi pendidikan yang sha tangkap, membuat seseorang dari yang tidak paham menjadi paham, dan setelah paham, mereka akan naik kelas.
Paham Tapi Tidak Naik Kelas VS Naik Kelas Tapi Tidak Paham
"Jika mutu pendidikan dinilai dari bagaimana cara mahluk hidup naik ke atas pohon, lalu bagaimana nasib mereka yang hidup di air?" Panji tertawa dibarengi dengan sahut-sahutan penonton lainnya.Kutipan diatas merupakan salah satu kutipan materi stand up comedy yang disampaikan oleh kak Pandji Pragilaksono, salah seorang komedian yang menelisik tentang pendidikan di Indonesia. Kembali lagi tentang memaknai pendidikan yang memiliki standar, lalu bagaimana nasib anak-anak yang tidak paham? Apakah mereka tidak naik kelas?
Baca Indonesia dan Budaya Provokatif
Apakah kita akan mencap mereka [maaf] bodoh? apakah ini menjadi alasan mereka di pukul dan menjadi alasan mereka [maaf] dipermalukan didepan kelas sembari mengangkat satu kaki? Apakah kita menjauhi dengan alasan takit tertular akan kebodohannya? Lalu dimana konsep pendidikan untuk membuat seseorang paham?
1 Komentar
Pendidikan itu proses... Yap. Sama sekali tidak salah. Manusia itu pada kodratnya harus belajar sejak lahir dan baru berhenti ketika mati. Jadi, tidak ada pendidikan yang selesai dengan hanya lulus sekolah.
BalasHapusDan, memang masyarakat Indonesia masih melihat nilai akademis dan dimana bersekolah sebagai sesuatu yang berkaitan dengan status pintar atau bodoh. Padahal tidak demikian adanya.
Seorang anak bersekolah adalah untuk mempelajari berbagai hal yang mungkin dihadapinya di masa depan. Orangtua menyekolahkannya supaya sang anak suatu waktu bisa menjadi mandiri dan bisa bertahan hidup tanpa bantuan orang lain.
Lagipula sudah banyak contoh ketika mereka-mereka yang "bodoh" tetapi ternyata sukses dalam hidupnya. Banyak juga yang sekolah di sekolah favorit dan bernilai bagus tapi nelangsa hidupnya dan tidak bisa berdiri sendiri.
Iya nggak?